BABAD TANAH JAWA,Syekh Subakir
Beliau adalah SYEKH TAMBUH ALY BEN
SYEKH AL-BAQIR (SYEKH SUBAKIR) bin Abdulloh bin Aly bin Ahmad bin Aly bin Ahmad
bin Abdulloh bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Aly bin Abubakar bin Salman
bin Hasyim bin Ahmad bin Badrudin bin Barkatulloh bin Syafiq bin Badrudin bin
Omar bin Aly bin Salman Alfarisiy Asshohabi Rodliyallohu anhu
waanhum ajmain atau yang lebih kita kenal Syekh Subakir.
Syekh Subakir, sangat-lah berjasa
dalam menumbali tanah Jawa, ”Dalam legenda yang beredar di Pulau Jawa
dikisahkan, Sudah beberapa kali utusan dari Negeri Arab, untuk menyebarkan
Agama Islam di tanah Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya tapi telah
gagal secara makro. Disebabkan orang-orang Jawa pada waktu itu masih kokoh
memegang kepercayaan lama. Dengan tokoh-tokoh gaibnya masih sangat menguasai
bumi dan laut di sekitar P. Jawa.
Para ulama yang dikirim untuk
menyebarkan Agama Islam mendapat halangan yang sangat berat, meskipun
berkembang tetapi hanya dalam lingkungan yang kecil, tidak bisa berkembang
secara luas. Secara makro dapat dikatakan gagal. Maka diutuslah Syekh Subakir
untuk menyebarkan agama Islam dengan membawa batu hitam yang dipasang oleh
Syekh Subakir di seantero Nusantara, untuk tanah Jawa diletakkan di
tengah-tengahnya yaitu di gunung Tidar . Efek dari kekuatan gaib suci yang
dimunculkan oleh batu hitam menimbulkan gejolak, mengamuklah para mahluk : Jin,
setan dan mahluk halus lainnya. Syekh Subakir lah yang mampu meredam amukan
dari mereka. Akan tetapi mereka sesumbar dengan berkata: “ Walaupun kamu sudah
mampu meredam amukan kami, kamu dapat mengembangkan agama Islam di tanah Jawa,
tetapi Kodratullah tetap masih berlaku atas ku, ingat itu wahai Syeh Subakir.”
“Apa itu?” kata Syekh Subakir. Kata Jin, “Aku masih dibolehkan untuk menggoda
manusia, termasuk orang-orang Islam yang imannya masih lemah”.
Syekh Subakir berasal dari Iran (dalam
riwayat lain Syekh Subakir berasal dari Rum, Baghdad). Syekh Subakir diutus ke
Tanah Jawa bersama-sama dengan Wali Songo Periode Pertama, yang diutus oleh
Sultan Muhammad I dari Istambul, Turkey, untuk berdakwah di pulau Jawa pada
tahun 1404. Mereka diantaranya:
1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli
mengatur negara.
2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia
Selatan, ahli pengobatan.
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari
Maroko.
5. Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur
negara.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran),
ahli pengobatan.
7. Maulana Hasanudin, dari Palestina.
8. Maulana Aliyudin, dari Palestina.
9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli menumbali daerah
yang angker yang dihuni jin jahat.
Dalam legenda yang beredar di
Pulau Jawa gunung Tidar dikenal dengan Paku Tanah Jawa. Gunung Tidar tidak
dapat terpisahkan dengan pendidikan militer. Gunung yang dalam legenda dikenal
sebagai "Pakunya tanah Jawa" itu terletak di tengah Kota Magelang.
Berada pada ketinggian 503 meter dari permukaan laut, Gunung Tidar memiliki
sejarah dalam perjuangan bangsa.
Di Lembah Tidar ini terdapat Akademi
Militer atau kawah candradimuka yang mencetak perwira pejuang Sapta Marga
berdiri pada 11 November 1957. Di puncak Gunung Tidar ada lapangan yang cukup
luas. Di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah Tugu dengan simbol huruf Sa
(dibaca seperti pada kata Solok) dalam tulisan Jawa pada tiga sisinya. Menurut
penuturan juru kunci, itu bermakna Sapa Salah Seleh (Siapa Salah Ketahuan
Salahnya). Tugu inilah yang dipercaya sebagian orang sebagai Pakunya Tanah
Jawa, yang membuat tanah Jawa tetap tenang dan aman.
Gunung Tidar tidak hanya terkenal
sebagai ikon atau identitas Kota Magelang. Bagi sebagian orang yang memang
nglakoni lelaku spiritual , Gunung Tidar merupakan salah satu obyek yang
menjadi tempat tujuan mereka untuk mendekatkan diri kepada Gusti Allah. Dahulu,
Gunung Tidar terkenal akan ke-angker-annya dan menjadi rumah bagi para Jin dan
Makhluk Halus. Jalmo Moro Jalmo Mati, setiap orang yang datang ke Gunung Tidar
bisa dipastikan kalau tidak mati ya modar (dan mungkin hal ini yang menjadi
asal usul nama Tidar).
Berdasarkan penuturan Juru Kunci
Gunung Tidar, di Gunung Tidar terdapat 2 buah makam yaitu Makam Kyai Sepanjang
dan Makam Sang Hyang Ismoyo (atau yang lebih dikenal sebagai Kyai Semar).
Sedangkan tempat yang selama ini dikenal sebagai Makam Syekh Subakir sebenarnya
hanyalah petilasan beliau. Jadi, beliau dikenal sebagai wali Allah yang
menaklukkan Jin dan Makhluk Halus di Gunung Tidar sehingga para makhluk halus
tersebut ‘mengungsi’ ke Pantai Selatan, tempat Nyai Roro Kidul. Setelah berhasil
menaklukkan Jin dan Makhluk Halus, Syekh Subakir kembali ke tanah asalnya di
Rom (Baghdad). Di petilasan Syekh Subakir ini tersedia mushola kecil dan
pendopo. Petilasan Syekh Subakir sebelumnya ditandai dengan adanya kijing yang
terbuat dari kayu. Setelah dipugar, kijing tersebut diletakkan di pendopo dan
diganti dengan batu fosil yang berasal dari Tulung Agung serta dikelilingi
pagar tembok yang berbentuk lingkaran dan tanpa atap. Pada tahap berikutnya,
kedudukan Syekh Subakir, Sang Babad Tanah Jawa sebagai salah satu Wali Songo,
digantikan oleh Sunan Kalijaga yang banyak disebut-sebut pimpinan para wali di
Tanah Jawa karena kekeramatannya yang begitu melegenda.
ADA satu kisah menarik dalam
petilan “Babad Tanah Jawa”. Meskipun kisah ini merupakan petilan. Namun
intisari yang tertanam di dalamnya, ternyata tetap masih aktual di saat ini
sekali pun. Ketika itu, datanglah para ulama dari “Sebrang Lautan” (Mesir) ke
Tanah Jawa. Tujuan para ulama utusan Sultan Mesir itu adalah untuk menyebarkan
agama Islam, yang menurut laporan masih banyak penduduk Jawa yang kafir. Para
ulama itu dipimpin seorang Syeh yang bernama Syech Subakir Sebelum Syech
Subakir datang, telah beberapa kali ulama pendahulunya menginjakan kakinya di
Tanah Jawa. Namun, setiap kali mereka datang, selalu gagal menyebarkan agama
Islam. Mengapa? Pertanyaan itulah yang berada di benak Syech Subakir. Dan tidak
berapa lama setelah sampai ke Tanah Jawa, Syech asal Persia (Iran) itu berhasil
mendapatkan jawaban dari pertanyaannya tersebut. Ternyata, seluruh Tanah Jawa
dari ujung Timur sampai ke Barat di jaga oleh bangsa jin yang dipimpin Sabdo
Palon.
Kegagalan para ulama sebelum (Syeh
Subakir) adalah karena ulah mereka, para jin kafir yang tidak mau masuk Islam
dan menentang Islam berkembang di Tanah Jawa. Untungnya, Syech Subakir
menguasai ilmu tentang makhluk halus, sehingga dia dan para ulama yang
dipimpinnya berhasil mengetahui keberadaan para jin tersebut. Dalam wujud
kasarnya, para mahluk halus itu ada yang berujud ombak yang besar yang mampu
menenggelamkan kapal berikut penumpangnya. Juga angin puting beliung, dan
sebagainya yang mampu memporak- porandakan apa saja yang ada dihadapannya,
termasuk menjelma menjadi hewan buas, harimau, ular dan sebangsanya. Perubahan
bentuk dan ujud itulah yang selama ini diduga mencelakakan para ulama yang
bermaksud menyebarkan Islam di Tanah Jawa. Maka kemudian terjadilah pertempuran
yang dasyat antara para jin pimpinan Sabdo Palon dengan pasukan ulama pimpinan
Syech Subakir. Konon, pertempuran itu terjadi selama berhasi- hari, tanpa
ketahuan siapa yang bakal memenangkannya. Karena melihat situasi yang tidak
menguntungkan, maka Sabdo Palon mengajukan usulan gencatan senjata. Syech
Subakir yang melihat itu sebuah peluang, menerima ajakan Sabdo Palon. Maka terjadilah
kesepakatan antara keduanya. Isi kesepakatan antara lain, Sabdo Palon memberi
kesempatan kepada Syech Subakir beserta para ulama untuk menyebarkan Islam di
Tanah Jawa, tetapi tidak boleh dengan cara paksaan atau memaksa. Kemudian Sabdo
Palon juga memberi kesempatan kepada orang Islam untuk berkuasa di Tanah
Jawa—Raja-raja Islam—namun dengan catatan. Para Raja Islam itu silahkan
berkuasa, namun jangan sampai meninggalkan adapt istiadat dan budaya yang ada.
Silahkan kembangkan ajaran Islam sesuai dengan kitab yang dakuinya, tetapi
biarlah adapt dan budaya berkembang sedemikian rupa. Dan yang terpenting, jadi
pemimpin janganlah terlalu lurus, namun juga jangan terlampau bengkok. Hal ini
sempat dipertanyakan Syech Subakir kepada Sabdo Palon, mengapa seorang pemimpin
tidak boleh benar-benar lurus. Dijawab Sabdo Palon, karena pemimpin itu menjadi
pimpinan semua orang. Dan orang tidak semuanya lurus, pasti banyak pula yang
bengkok. Lha, orang yang bengkok-bengkok itu akan ikut siapa, bila pemimpinnya
lurus? Legenda Gunung Tidar Magelang Keberadaan daerah Magelang terbungkus oleh
berbagai legenda.
Salah satu dongeng yang hidup
dikalangan rakyat mengisahkan --sebagaimana dikisahkan M. Bambang Pranowo
(2002)-- bahwa pada zaman dahulu kala, ketika Pulau Jawa baru saja diciptakan
oleh Sang Maha Pencipta dalam bentuk tanah yang terapung-apung di lautan luas;
tanah tersebut senantiasa bergerak kesana kemari. Seorang dewa kemudian diutus
turun dari kahyangan untuk memaku tanah tersebut agar berhenti bergerak. Kepala
dari paku yang digunakan untuk memaku Pulau Jawa tersebut akhirnya menjadi
sebuah gunung yang kemudian dikenal sebagai Gunung Tidar. Gunung yang terletak
di pinggir selatan kota Magelang yang kebetulan berada tepat dibagian tengah
Pulau Jawa tersebut memang berbentuk kepala paku; karena itu gunung Tidar
dikenal luas sebagai “pakuning tanah jawa”. Dongeng lain yang tentunya
diciptakan setelah masuknya Islam mengisahkan bahwa pada zaman dahulu daerah
ini merupakan kerajaan jin yang diperintah oleh dua raksasa. Syekh Subakir,
seorang penyebar agama Islam, datang ke daerah ini untuk berdakwah. Tidak rela
atas kedatangan Syekh tersebut terjadilah perkelahian antara raja Jin melawan
sang Syekh. Ternyata Raja Jin dapat dikalahkan oleh Syekh Subakir. Raja Jin dan
istrinya kemudian melarikan diri ke Laut Selatan bergabung dengan Nyai Rara
Kidul yang merajai laut Selatan. Sebelum lari Raja Jin bersumpah akan kembali
ke Gunung Tidar kecuali rakyat didaerah ini rela menjadi pengikut Syekh
Subakir. Legenda ini sangat melekat bagi masyarakat tradisional Jawa, tidak
sekedar di Magelang, tapi juga ke daerah-daerah lain di Jawa, bahkan sampai di
Lampung dan mancanegara (Suriname). Hal ini karena telah disebutkan dalam
jangka Joyoboyo dan mengalir secara tutur tinular menjadi kepercayaan
masyarakat. Apalagi pemerintah kota Magelang menjadikan Tidar sebagai simbol
atau maskot daerah dengan menempatkan gunung Tidar yang dilambangkan dengan
gambar paku di dalam logo pemerintahan. Di samping itu nama-nama tempat begitu
banyak menggunakan nama Tidar, seperti nama Rumah Sakit Umum Daerah, nama
perguruan tinggi, nama terminal dll. Yang semuanya menguatkan gunung Tidar
menjadi legenda abadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar