Minggu, 13 Agustus 2017

Pemberontakan di Tanah Tegal

Sejarah Pemberontakan Brandal Mas Cilik di Tegal

Tahun 1857 Tumenggung Reksonegoro VIII meninggal dan untuk penggantinya dicalonkan R. M. Ore (Tumenggung Panggar), ialah Putra nomor dua dari Reksonegoro VIII Tetapi karena masih kecil, Pemerintah Belanda menangguhkannya, dan untuk sementara diangkat Tumenggung Sosronegoro sebagai Bupati dengan status Wakil Bupati. Sayang Tumenggung Sosronegoro baru menjabat 2 tahun lalu meninggal dunia. Sebelum meninggal dunia Tumenggung Sosronegoro membangun astana R. Abunawa yang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Balamoa. R. Abunawa yang dimakamkan di Balamoa adalah Putra R. Banawa Bupati Pemalang (1582-1600), cucu dari Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijoyo di Pajang). Tumenggung Sosronegoro termasuk Wangsa Jaka Tingkir, karena itu lalu membangun istana K. A. Balamoa di Balamoa.
Patih Tegal, Mas Rangga Suradipura menghendaki kedudukan Wakil Bupati, tetapi pemerintah Hindia Belanda mengangkat Tumenggung Sosronegoro Jaksa Pekalongan menjadi Wakil Bupati Tegal.
Mas Rangga merasa tidak puas, kemudian minta bantuan kepada Lurah Randugunting, Mas Cilik namanya, untuk mengadakan pemberontakan, Lurah Randugunting menyanggupinya. Mereka minta bantuan kepada Man Sangkip dan Mas Gendon dari Pekalongan. Kedua orang itu terkenal sebagai orang yang sangat ugal-ugalan. Dengan gembira tawaran itu diterima dengan maksud agar mendapat untung yang besar dan nanti mendapat kedudukan yang sepadan dengan jasanya. Mas Gendon dan Mas Sangkip segera mulai mengadakan kekacauan-kekacauan. Makin lama makin meluas dan akhirnya timbul perang terbuka. Mas Cilik Lurah Desa Randugunting terlibat dalam pemberontakan itu, dan memimpin lansung. Mas Cilik juga mengharap agar nanti bila berhasil mendapat kedudukan yang baik di Kabupaten Tegal.
Pemberontakan Mas Cilik ini terjadi pada tahun 1858-1859, yaitu selama pemerintahan Bupati Tumenggung Sosronegoro. Tumenggung Sosronegoro dianggap tidak cakap memerintah Kabupaten Tegal, lalu diberhentikan dari jabatan, sehingga menderita sakit dan meninggal dunia.
Sementara Bupati Tegal kosong dan pemerintahan dipegang oleh Patih Mas Rangga Siradipura. Pemberontakan sudah terlanjur, sehingga dalam penumpasannya terpaksa dengan kekerasan senjata. Patih Tegal, Mas Rangga Sidapura tidak bisa berbuat apa-apa untuk memadamkannya. Sebab bila dengan terang-terangan menghentikan pemberontakan itu, maka akan terbuka rahasianya (kedoknya).
Mas Cilik, Mas Gendon dan Mas Sangkip terus memimpin pemberontakan. Pemerintah Hindia Belanda memberangkatkan serdadunya/tentara ke hutan Semedo untuk menghancurkannya. Mas Cilik yang bersarang di Kaliori terpaksa bertahan dengan sekuat tenaga. Penduduk banyak yang lari ke lain desa, sebab terpaksa harus menyerahkan makanan atau menjadi pengikutnya. Tempat pengungsian itu kini terjadilah desa Karangmalang yang berasal dari kata pring (bambu) dan malang (melintang).
Kata pring atas sepakat penduduk diganti menjadi karang, sehingga terjadilah kata Karangmalang. Juga ada yang mengatakan, bahwa kata malang itu karena penduduk desa Kaliori menderita kemalangan (malapetaka).
Mas Cilik dan kawan-kawannya tidak kuat melawan serangan yang dilancarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, dan Mas Cilik serta Mas Gendon tewas. Sedangkan Mas Sangkip lari ke Barat, tetapi di desa Kemiriamba (Jatibarang) dapat ditangkap, karena waktu diadakan pemeriksaan kurang memberikan jawaban yang jelas, lalu dibunuh oleh Wedana Jatibarang. Wedana Jatibarang dipersalahkan menghakimi sendiri dan menghilangkan jejak dalam pengusutan perkara. Wedana Jatibarang diberhentikan dari jabatan.
Mas Rangga Suradipura dianggap cakap dalam memberantas pemberontakan, karenanya oleh Pemerintah Hindia Belanda ditetapkan menjadi Bupati Tegal. Dan menjabat antara tahun 1859-1862.
Pengganti Mas Rangga Suradipura adalah R. Tumenggung Suryodiningrat (1862-1864), kemudian R. T. Panji Sosrokusumo (Tahun 1864-1869) setelah R. T. Panji Sosrokusumo pensiun berdiam di Pedawetan Tegal.
Pada tahun 1869 R. M. Are sudah cukup dewasa untuk diangkat menjadi Bupati Tegal, dan bergelar Temanggung Reksonegoro IX  dan putranya RM. Kis bergelar Reksonegoro X.

Sumber: Sejarah Tegal. Sumarno, B.A.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sejarah Candi (Salah Satunya yang berada di Tegal)

CANDI KESUBEN Tanah peradaban, tanah mata rantai. Dua keyakinan besar di masa lampau, Hindu dan Buddha, terekam jelas di sini. Lewat ...