Rabu, 06 September 2017

Candi Kesuben

CANDI KESUBEN


Sisa Candi Kesuben


Tanah peradaban, tanah mata rantai. Dua keyakinan besar di masa lampau, Hindu dan Buddha, terekam jelas di sini. Lewat kepingan dan bongkahan, batu bata atau andesit, kabupaten di Jawa Tengah ini seperti mempertegas kisah tentang kejayaan dinasti Mataram Kuno. Sebetulnya jejak itu telah terendus lama oleh warga, tapi arkeolog Tanah Air baru belakangan memperdalamnya.
Di Desa Kesuben, Kecamatan Lebaksiu, misalnya. Penggalian awal yang dilakukan peneliti Pusat Arkeologi Nasional menemukan susuan bata berbentuk candi persegi panjang. Batu bata ini tertanam di tengah perkampungan yang berjarak hanya selemparan tombak dari Kali Adem, anak Sungai Gung, yang membelah kabupaten dan diperkirakan peninggalan abad ke-7 Masehi. Candi Kesuben hanya berbentuk pondasi saja setinggi sekitar 15 cm dengan luas area 8,2 x 8,2 m2. Karena kondisinya berbentuk pondasinya saja, tim arkeologi menemui kesulitan untuk merekonstruksinya kembali. Dari pondasi diketahui bahwa candi kesuben pintu masuk candi tersebut menghadap ke timur yang berjarak selemparan tombak (sekitar 500 meter) dari Kali Adem, anak Sungai Gung.
Pendirian candi di nusantara sedikit banyak dipengaruhi Manasara Silpa Sastra, buku pintar kaum Hindu di India dalam mendirikan bangunan suci. Kitab ini menganggap elemen air menjadi unsur penting dalam pembangunan candi. Lebih dari 80 persen candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta berjarak kurang dari 500 meter dari sungai atau anak sungai.
Selama ini warga setempat menyebut tumpukan bata ini sebagai bata wali. Candi kesuben dibangun menggunakan batu bata merah dengan ukuran 30 x 20 x 10 cm tanpa perekat sedikitpun. Namun menurut penuturan warga, dari dahulu, batu bata tersebut teronggok begitu saja di pekarangan dan tidak berubah bentuk atau tidak lapuk selama beberapa puluh tahun yang lalu. Bata-bata ini juga diyakini sebagai sisa bangunan rumah ibadah pada masa perkembangan Islam abad ke-15. Keyakinan warga sesungguhnya tersamarkan. Sebab pada ciri utama Candi Kesuben ini terdapat hiasan ornamental Hindu dan Buddha. Bahkan peneliti juga menemukan kepala kala yang berlanggam era Kerajaan Mataram Kuno.
Pembabakan candi di Tanah Jawa terdiri dari beberapa teori. Salah satunya adalah teori kronologi. Periode abad ke-8 sampai ke-10 disebut klasik tua. Sedangkan untuk klasik muda berkisar pada abad ke-10 hingga 16.
Masa klasik tua identik dengan candi berbatu andesit. Klasik muda yang banyak dijumpai adalah candi berbahan bata merah. Tapi penemuan candi di Kesuben tergolong unik. Meski jenis batuannya berbata merah, candi ini tak termasuk tipe klasik muda. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan sekitar candi yang memang cukup sulit ditemukan bebatuan andesit.
Sejumlah warga setempat mengisahkan, kata jiwa berasal dari sifat unur atau gundukan tanah candi yang dianggap mempunyai jiwa. Beberapa kali kambing yang diikat di atasnya seketika mati. Situs percandian di Batujaya ini jauh lebih tua dari periode Mataram Kuno. Dalam babak peradaban di Tanah Jawa, situs ini juga penting.
Sejauh ini proses ekskavasi masih terus berlangsung di kesuben. penggalian dilakukan dengan beberapa tahap. penemuan gerabah dan tembikar di Candi Kesuben telah menandakan bahwa di sini kebidupan telah tumbuh. Menjadi bagian parade panjang kejayaan dinasti Mataram Kuno di Tanah Jawa.
Nah, untuk menuju lokasi ini cukup mudah, dari jalan raya Tegal – Purwokerto, gerbang Desa Kesuben lurus ke utara sekitar 1,6 KM melewati persimpangan rel kereta api hingga mentok ke ujung desa. Transportasi dari gerbang desa menuju lokasi bisa menggunakan becak atau ojek.



Sumber : Liputan6.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sejarah Candi (Salah Satunya yang berada di Tegal)

CANDI KESUBEN Tanah peradaban, tanah mata rantai. Dua keyakinan besar di masa lampau, Hindu dan Buddha, terekam jelas di sini. Lewat ...