Desa Balaradin adalah sebuah desa di kecamatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Indonesia. Desa ini terdiri dari enam pedukuhan yaitu Pedukuhan Krajan, Dukuhsuwiyan, Dukuhduren, Makamdawa, Dukuhgowok dan Pedukuhan Pegaduan. Krajan adalah pedukuhan yang paling luas, dan pedukuhan ini merupakan induk dari semua pedukuhan di Balaradin, sedangkan pedukuhan yang paling kecil adalah Dukuhgowok dan Pegaduan. Pedukuhan Pegaduan sendiri merupakan pedukuhan yang terbagi dua, yaitu bagian utara masuk dalam wilayah desa Kambangan, sedangkan bagian selatan masuk dalam wilayah Desa Balaradin. Desa Balaradin terdiri dari 7 RW dan 35 RT.
Dengan jumlah penduduk sekitar 6.200 jiwa, masyarakat Balaradin sebagian besar adalah petani. Ragam profesi yang lain adalah buruh, wiraswasta dan PNS. Mayoritas buruh bekerja di luar desa, bahkan hingga ke ibukota Jakarta.
Desa Balaradin merupakan desa Agamis sehingga kehidupan sehari-harinya kental dengan nuansa agama dan selayaknya, banyak tempat-tempat ibadah berupa Masjid dan Musholla . Balaradin memiliki dua masjid besar (masjid Jami') yang digunakan untuk shalat jum'at, yaitu Masjid Baitussalam dan Masjid Darunnajah. Sedangkan untuk musholla, tersebar hampir di setiap RW. bahkan ada beberapa di lingkup RT. dengan total terdapat 13 Musholla di Balaradin.
SEJARAH DESA BALARADIN
Menurut cerita tutur dari tetua masyarakat, sejarah Desa Balaradin telah berlangsung setidaknya sejak zaman perang kemerdekaan (1857-1900). Sebelum masara kemeredekaan, wilayah Desa Balaradin termasuk dalam wilayah Rawa-rawa. Desa Balaradin merupakan salah satu dukuh dari Rawa-wara yang belum mempunyai nama. Rawa-rawa merupkan daerah pedesaan yang dilimpahi berkat tanah pertanian yang subur, tumbuhan yang menghijau, di atas tanah yang datar ditumbuhi pepohonan dan semak yang masih lebat. Tak heran wilayah Desa Balaradin menjadi tempat persembunyian dan markas pejuang-pejuang kemerdekaan, warga dukuh Balaradin banyak membantu pejuang.
Sebelum perang kemerdekaan berakhir. Wilayah Desa Balaradin pernah dijadikan sebagai tempat gerilya para pejuang kemerdekaansehingga pernah terjadi peperangan sengit antara para pejuang dan tentara kolonial Belanda yang mengakibatkan seluruh pejuang kemerdekaan gugur. Dari dasar itulah muncul istilah dalam basa jawa kala itu Bala Radin. dimana kalau didefinisikan dalam bahasa Indonesia Kata Bala mempunyai arti Teman/pasukan dan Radin mempunyai arti selesai/habis/Mati. Sehingga dapat disimpulkan lebih tepat adalah pasukannya mati semua.
Dari Kejadian tersebut di atas akhirnya menjadi ikon/simbol tersendiri untuk sebutan wilayah dukuh Balaradin yang pada akhirnya atas inisiatif pendahulu dijadikan sebagai nama wilayah yaitu Dusun/ Balaradin.
Dalam perkembangan wilayah dusun Balaradin kemudian ditetapkan oleh pemerintahan kolonial Belanda pada sekitar tahun 1857 menjadi sebuah Desa dan di beri nama Desa Balaradin. Sebagai Lurah pertama diangkat seorang Warga Balaradin yang dianggap cakap yaitu Bapak Rangin alias H. Abdulloh. Bapak Rangin sendiri menjabat sebagai lurah dalam waktu cukup lama yaitu sejak tahun 1857 s.d 1900 yang kemudian pada tahun 1900 posisi lurah Bapak Rangin kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Wirya Diwangsa. Seperti Bapaknya, Wira Diwangsa juga menjabat lurah dalam waktu yang cukup relatif lama yaitu sejak tahun 1900 hingga tahun 1939. Kemudian pada tahun 1939 karena Wira Diwangsa sudah cukup sepuh kemudian diadakan pemilihan lurah pertama saat itu dan jailah seorang warga Desa Balaradin yang kemudian lebih dikenal sebagai lurah Conor. Sedabgkan nama aslinya adalag Adimerta. Conor sendiri adalah bukan nama orang yang sebenarnya . nama tersebut adalah hanya sebutan julukan karena dimarahi oleh wedono kala itu. Adapun kemarahan Wedono waktu itu bukan tanpa alasan, kemarahan Wedono kala itu dilatarbelakangi karena yang bersangkutan sudah diberhentikan dari jabatan lurah karena dianggap tidak cakap dalam menjalankan tugas tetapi masih melaksanakan kegiatan Piket di kecamatan dengan menggunakan pakaian dinas lurah dan dalam marahnya Wedono waktu itu keluar kata Conor berarti sepak terjang yang sembarangan yang diakibatkan karena bodoh. Entah siapa yang menyaksikan kejadian tersebut tatapi berita kemarahan wedono waktu itu menjadi sebutan nama yang bersangkutan yang pada akhirnya lbih dikenal lurah conor ketimbang namanya sendiri.
Tidak lama kemudian pada tahun 1940 diadakan pemilihan lurah kembali dan jadilah seorang warga Desa Balaradin yang bernama Solikhan alias H. Sama'un sebagai Lurah menggantikan lurah conor. Bapak H Sama'un inilah lurah yang mengalami tiga masa pemerintahan yang berbeda yaitu pemerintahan Kolonial Belanda, Jepang dan Pemeintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Demikian sekelumit tentang sejarah desa Balaradin dari masa perjuangan kemerdekaan sampai dengan masa kemerdekaan.
Desa Balaradin lama kelamaan menjadi desa yang berkembang ramai apalagi dengan adanya pendatang yang ingin menetap dan tinggal di desa itu. Desa Balaradin pantas menjadi desa berkembang karena memiliki potensi alam yang baik dan dialiiri air dari anak sungai kali Gung yang membuat desa Balaradin menjadi subur. Kesejahteraan rakyat meningkat, dapat dilihat dari sebagaian rumah-rumah warga yang dibuat dari beton dan telah memenuhi standar kesehatan dan keindahan.
Dalam perkembangannya, Desa Balaradin tak selalu menjadi desa yang makmur adakalanya ujian menghapirimasyaraktnya, sehingga menimbulkan musibah baik harta benda maupun korban jiwa. Dari cerita tutur tertua masyarakat, tahun 1964 - 1967 terjadi gagal panen di Desa Balaradin. Akibat gagal panen tersebut masyarakat desa mengalami paceklik. Tidak kurang puluhan orang meninggal dunia karena penyakit muntaber. Puluhan orang lainnya terkena penyakit akibat kelaparan.
Demikian sejarah Desa Balaradin yang berhasil didokumentasikan.
Nb. Sumber : Pemerintah Desa Balaradin