Sabtu, 06 April 2013

KELEMBUTAN DAN KETEGASAN

Tidakkah kelmbutan dan ketegasan itu bertentangan?

   Memang kontradiktif.  Dalam mendidik anak, kita harus mampu menjadi orang yang lembut, tetapi tegas. Contohnya, seorang Guru mendisi[plinkan anak didiknya saat masuk kelas agar tertib. jika anak belum tertib, ingatkanlah dia dengan lembut. Misalnya dengan kalimat " Maaf, apa masih perlu ibu ingatkan bagaimana tertib itu?"
Kalau anak masih membandel?
   Kita dapat mendisiplinkannya dengan cara memisahkan dia dari teman- temannya. jadi bentuk hukumanya tidak dengan kekerasan.
kalau dengan ketegasan? seperti apa itu?
ketegasan membentuk kesadaran anak untuk tidak mengulangi suatu perbuatan yang tidak baik. landasan ketegasan itu bukanlah kemarahan, melainkan kasih sayang. berbeda dengan kekerasan yang cenderung terjadi karena kemarahan.

Tentang kasus anak menonton VCD porno atau kenakalan anak, apa yang harus kita lakukan?
     Sebaiknya kita tetap tenang menanggapi kasus ini. Beri keterangan kepada anak tentang dampak buruk jika melakukannya. Bangkitkan rasa jera kepadnaya sehingga tidak mau melakukannya lagi. Namun, yang paling penting adalah membangkitkan kesadaran si anak itu sendiri. marahilah jika anak tetap membandel. tapi setelah itu,peluklah dia dengan hangat sambil menunjukan kepedulian kita kepadanya. mereka sangat sensitif , butuh perhatian dan kedekatan kita.
Menanamkan kemandirian
Apa langkah awal dalam menanamkan kemandirian dalam anak?
        Ajarilah anak dari hal yang sederhana. misalnya membawa tas sendiri tanpa bantuan orang lain atau pengasuhnya. usia mandiri anak berkisar 18 bulan sampai 3,5 tahun. ini disebut sebagai usia otonom dan orang tua harus memfasilitasinya. misalnya. cermatilah anak ketika dia sedang belajar berdir, berjalan, atau naik tangga. sepanjang kegiatan itu tidak  menimbulkan bahaya. biarkan dia melakukanya sendir.

Apakah mengikut sertakan anak dalam kegiatan ekstrakurikuler atau kursus dapat membuatnya mandiri? 
           Mandiri bukan berarti membebanianak dengan hal- hal yang belum mereka kuasai. justru jika anak disuruh melakukan yang belum tentu mampu ia lakukan dan anak gagal, bisa- bisa dia menjadi apatis dan rasa kemandiriannya mati.
Apakah mata pelajaran anak di sekolah begitu membebani, sehingga rasa mandidi anak hilang?
             Boleh jadi. di Eropa saja, anak SMA hanya di ajarkan empat mata pelajaran. selebihnya, mereka ditekankan untuk mencari bakat dan kemauannya. bisa dibandingkan dengan pendidikan di negara kita di mana anak SMA disuguhi mata pelajaran sampai 17 mata pelajara. Apakah ini tidak membuat anak terasa terbebani

Jika anak susah di ajak mandiri, apa yang harus orang tua benahi?
             Diskusikan hal ini dengan anak. terangkan bahwwa hidup ini adalah kenyataan melalui usaha. seperti anak ayam yang mau lahir, di dalamnya pasti bergejolak terlebih terdahulu, baru anak ayam bisa keluar. biarkan anak berusaha agar bisa bertahan hidup bermasyarakat.

Selasa, 15 Januari 2013

buku media

Bentuk Pengemasan Materi Pembelajaran
A.     Buku Teks Pelajaran
Buku teks pelajaran meliputi buku teks utama dan buku teks pelengkap. Buku teks utama berisi bahan-bahan pelajaran suatu bidang studi yang digunakan sebagai buku pokok bagi siswa dan guru, sedangkan buku teks pelengkap adalah buku yang sifatnya membantu atau merupakan tambahan bagi buku teks utama dan digunakan oleh guru dan siswa. Dari sisi formal, buku teks pelajaran diterbitkan oleh penerbit tertentu dan memiliki ISBN.
            Buku teks pelajaran seharusnya mempunyai dua misi utama, yaitu Pertama, optimalisasi pengembangan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Kedua, pengetahuan tersebut harus menjadi target utama dari buku pelajaran yang digunakan di sekolah. Teknik, metode, atau pendekatan yang dikembangkan oleh penulis dan penerbit buku tidak terlepas dari keterkaitan dengan apa yang sedang diprogramkan oleh Depertemen Pendidikan Nasional, yaitu bahwa buku pelajaran harus mengacu pada kurikulum yang berlaku, berorientasi pada keterampilan proses dengan menggunakan pendekatan kontekstual, teknologi dan masyarakat,  serta demonstrasi dan eksperimen. Selain itu, suatu buku pelajaran harus dapat menggambarkan dengan jelas keterpaduan atau keterkaitan dengan disiplin ilmu lainnya. 

1.       Standar Pengembangan Buku Teks Pelajaran
Setiap buku teks pelajaran diharapkan memenuhi standar-standar tertentu. Standar yang dimaksud meliputi persyaratan, karakteristik, dan kompetensi minimum yang harus terkandung di dalam suatu buku pelajaran. Standar penilaian dirumuskan dengan melihat tiga aspek utama, yaitu materi, penyajian, dan bahasa/keterbacaan.
a. Standar yang berkaitan dengan aspek materi yang harus ada dalam setiap buku pelajaran adalah sebagai berikut.
1)       kelengkapan materi;
2)       keakuratan materi;
3)       kegiatan yang mendukung materi;
4)       kemutakhiran materi;
5)       upaya meningkatkan kompetensi siswa;
6)       pengorganisasian materi mengikuti sistematika keilmuan;
7)       materi mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir;
8)       materi merangsang siswa untuk melakukan inquiry;
9)       penggunaan notasi, simbol, dan satuan.

  b.  Standar yang berkaitan dengan aspek penyajian yang harus ada dalam setiap buku pelajaran adalah sebagai berikut:
1)       organisasi penyajian umum;
2)       organisasi penyajian per bab;
3)       penyajian mempertimbangkan kebermaknaan dan kebermanfaatan;
4)       melibatkan siswa secara aktif;
5)       mengembangkan proses pembentukan pengetahuan;
6)       tampilan umum;
7)       variasi dalam cara penyampaian informasi;
8)       meningkatkan kualitas pembelajaran;
9)       anatomi buku pelajaran;
10)   memperhatikan kode etik dan hak cipta;
11)   memperhatikan kesetaraan gender dan kepedulian terhadap lingkungan;

c.  Standar yang berkaitan dengan aspek bahasa/keterbacaan yang harus ada dalam setiap buku pelajaran  adalah sebagai berikut:
1)       bahasa Indonesia yang baik dan benar;
2)       peristilahan;
3)       kejelasan bahasa;
4)       kesesuaian bahasa;
5)       kemudahan untuk dibaca.

          Analisis materi yang telah diuraikan di atas masih perlu dirinci lagi dan digabungkan dengan kajian kemampuan untuk dikemas sebagai buku teks pelajaran. Dari hasil kajian kemampuan yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar, materi yang telah dianalisis dijabarkan dalam bentuk proses pembelajaran sebagai berikut:
a.        Sebagai kegiatan motivasi awal, disajikan wacana “manusia perlu makan karena memerlukan energi untuk beraktivitas”, perahu dapat bergerak karena didayung dan perahu layar dapat bergerak karena ada dorongan angin ke layar.  Setelah itu merumuskan permasalahan “ Masih adakah bentuk energi yang lain? .
b.        Untuk mencapai kemampuan menjelaskan hubungan bentuk energi dan perubahannya, pertama diperkenalkan model konseptual yang menginformasikan  fenomena-fenomena alam  yang dikenal siswa misalnya gambar matahari sedang bersinar, lampu pijar, setrika, kipas angin, terompet, terjun payung, lonceng, bel, telepon, kemudian siswa mengisi tabel yang isinya menuliskan nama benda dan bentuk enrgi yang dihasilkan (mengidentifikasi)
c.        Langkah demi langkah siswa diarahkan hingga dapat meyimpulkan bahwa energi dapat berubah bentuk menjadi bentuk energi lain.
d.        Pada kegiatan aplikasi konsep disajikan prinsip perubahan energi pada sel surya.
e.        Tugas yang harus dilakukan siswa berikutnya adalah membuat    benda yang dapat menunjukkan perubahan energi listrik menjadi energi gerak kemudian diubah lagi menjadi energi cahaya.
f.          Pembelajaran diakhiri dengan melakukan evaluasi.

3.       Pemilihan Buku Pelajaran
Buku pelajaran yang ada di lapangan, ditinjau dari jumlah, jenis, maupun kualitasnya sangat bervariasi. Sementara itu, buku pelajaran pada umumnya menjadi rujukan utama dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, jika mutu buku tidak memenuhi standar mutu, terutama dalam kaitannya dengan konsep dan aplikasi konsep (miskonsepsi, bahkan salah konsep), buku tersebut menjadi sumber pembodohan, bukan sumber pencerdasan anak didik. Buku demikian sangat berbahaya bagi dunia pendidikan.
Mengingat pentingnya peran pelajaran dalam peningkatan mutu pembelajaran diperlukan pengawasan atas buku pelajaran yang akan diedarkan. Pemerintah melalui Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional telah melakukan penilaian atas buku pelajaran untuk jenjang sekolah dasar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, Pengetahuan Sosial, dan Matematika. demikian, buku-buku yang akan diedarkan telah memenuhi standar mutu.
Untuk membantu memudahkan sekolah atau masyarakat dalam memilih buku pelajaran yang baik, terstandarisasi, dan sesuai dengan kebutuhan siswa serta kebutuhan pengembangan pembelajaran, perlu pedoman Pemilihan Buku Pelajaran. Buku yang dipilih harus buku yang memenuhi standar kualitas yang baik dan terjamin, baik dari segi kebenaran dan kesesuaian konsep, aspek penyajian, aspek bahasa, dan grafika, apalagi ada himbauan dari pemerintah bahwa buku pelajaran berlaku untuk lima tahun.
Adapun kriteria buku untuk sekolah yang dapat dijadikan standar di dalam pemilihan adalah:
a.       Buku yang dipilih adalah buku yang sudah terstandarisasi (direkomendasi oleh Dirjen Dikdasmen Depdiknas) dan juga telah direkomendasikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota masing-masing.
b.       Kesesuaian latar sosial (tempat dan waktu) dengan wilayah masing-masing.
c.       Latar sosial (tempat dan waktu), di samping sesuai, diperhatikan pula unsur nasional dan global.
d.       Kesesuaian konteks dalam penyajian buku pelajaran dengan keadaan dan kondisi sekolah.
e.       Kesesuaian penyajian dalam buku pelajaran dengan tingkat pemahaman siswa pada umumnya di sekolah tersebut.
f.        Mimiliki kesesuaian dengan program pembelajaran yang akan dikembangkan oleh sekolah.
g.       Ada jaminan bahwa buku tersebut tersedia, mudah didapat di pasaran lokal, dan sesuai dengan kebutuhan sekolah.

B.   Modul
1. Pengertian Modul
a.       Suatu unit bahan yang dirancang   secara  khusus sehingga dipelajarai oleh pelajar secara mandiri.
b.       Merupakan program pembelajaran yang utuh, disusun secara sistematis, mengacu pada tujuan pembelajaran yang jelas dan terukur.
c.       Memuat tujuan pembelajaran, bahan dan kegiatan untuk mencapai tujuan serta evaluasi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.
d.       Biasanya digunakan sebagai bahan belajar mandiri .

2. Komponen Modul
a.       Modul untuk siswa, berisi kegiatan belajar yang dilakukan siswa.
b.       Modul Untuk Guru, berisi petunjuk guru, tes akhir modul, dan kunci jawaban tes akhir modul.

3. Karakteristik Modul
a.       Dirancang untuk sistem pembelajaran mandiri.
b.       Program pembelajaran yang utuh dan sistematis.
c.       Mengandung tujuan, bahan/kegiatan dan evaluasi.
d.       Disajikan secara komunikatif, dua arah.
e.       Diupayakan agar dapat mengganti beberapa peran pengajar.
f.        Cakupan bahasan terfokus dan terukur.
g.       Mementingkan aktifitas belajar pemakai.

4. Struktur Modul
a.       Pendahuluan
Pendahuluan setidaknya memuat lima elemen, yaitu
1)  Tujuan
2)  Pengenalan terhadap topik yang akan dipelajari
3)  Informasi tentang pelajaran
4)  Hasil Belajar
5)  Orientasi

b.       Kegiatan Belajar
Struktur Kegiatan Belajar meliputi
Kegiatan Belajar I: Judul
1)       Tujuan
2)       Materi Pokok
3)       Uraian materi, berisi  penjelasan, contoh, ilustrasi, aktivitas,  tugas/latihan, rangkuman
4)       Tes Mandiri 1

   Kegiatan Belajar 2 : Judul, struktur seperti Kegiatan Belajar I.

Bentuk Aktivitas Belajar, antara lain:
1)       Aktivitas Mental/Pikiran (aktivitas yang bersifat memotivasi untuk berfikir)

2)       Aktivitas Membaca/Menulis (aktivitas yang bersifat memotivasi untuk mau membaca dan menjawab pertanyaan secara tertulis).
    
3)       Aktivitas Melakukan Tindakan Lain (aktivitas yang bersifat memotivasi untuk melakukan kegiatan, penelitian, praktikum, observasi, demonstrasi, tugas pekerjaan rumah). Contoh aktivitas ini berupa tugas melakukan pekerjaan dan praktikum.

c.          Penutup
1)         Salam, Rangkuman, aplikasi, tindak lanjut, kaitan dengan modul berikutnya
2)         Daftar Kata Penting
3)         Daftar Pustaka
4)         Kunci Tes Mandiri

Modul yang baik baik ditentukan berdasarkan:
a)       kecermatannya (accuracy);
b)       ketepatannya (matching);
c)       kecukupannya (sufficiency);
d)       keterbacaannya (readability);
e)       bahasanya (fluency);
f)         illustrasinya (attractiveness);
g)       perwajahannya (impression).


5.  Bahasa dalam modul
1)       Gunakan bahasa percakapan, bersahabat, komunikatif
2)       Buat bahasa lisan dalam bentuk tulisan
3)       Gunakan sapaan akrab yang menyentuh secara pribadi ( Kata ganti )
4)       Pilih kalimat sederhana, pendek, tidak beranak cucu
5)       Hindari istilah yang sangat asing dan terlalu teknis
6)       Hindari kalimat pasif dan negatif ganda
7)       Gunakan pertanyaan retorik
8)       Sesekali bisa digunakan kalimat santai, humor, ngetrend
9)       Gunakan bantuan ilustrasi untuk informasi yang abstrak
10)   Berikan ungkapan pujian, memotivasi
11)   Ciptakan kesan modul sebagai bahan belajar yang hidup

6.  Penyajian Materi dalam Modul
Materi disajikan secara  naratif, deskriptif, argumentatif, dan Illustratif. Beberapa kiat lain terkait penyajian materi ini adalah sebagai berikut.

a.       Gunakan Pertanyaan Retorik
b.      Hindari ancaman 
c.       Berbicara dengan pembaca 
d.      Gunakan kata ganti orang
e.       Hindari Kalimat Negatif Ganda
f.        Kalimat Aktif Lebih Dianjurkan
g.      Lihatlah Perasaan Pembaca\
 Diktat
Diktat termasuk salah satu jenis cara pengemasan materi pembelajaran seperti buku, namun tidak selengkap buku dan digunakan untuk kalangan sendiri (secara formal, diktat tidak memiliki ISBN).  Penyusunan diktat mengacu juga pada pedoman pengembangan materi pembelajaran. Biasanya diktat digunakan untuk kalangan sendiri sebagai pendukung buku teks pelajaran, dan dikarang oleh guru yang bersangkutan. Oleh karena itu isi diktat seyogianya lebih bersifat kontekstual. Sebelum menyusun diktat hendaknya dicermati keadaan potensi sekolah, dan lingkungan  materi yang disampaikan menjadi kontekstual.

D.   Lembar Kerja Siswa (LKS)
Pemilihan materi pembelajaran seharusnya berpijak pada pemahaman bahwa materi pembelajaran tersebut menyediakan aktivitas-aktivitas yang berpusat pada siswa (Collete dan Chiappetta, 1994). Materi pembelajaran yang menyediakan aktivitas berpusat pada siswa ini dapat dikemas dalam bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS).
Selama ini sering terdengar keluhan bahwa LKS hanya berisi latihan soal-soal, dan siswa diminta mengerjakannya pada saat jam kosong atau untuk PR. Tentu saja LKS tidaklah melulu berisi latihan soal. Berikut ini adalah alternatif-alternatif tujuan pengemasan materi pembelajaran dalam bentuk LKS. Sebagai guru, Anda dapat mewujudkan kreativitas Anda mengemas materi pembelajaran dalam bentuk LKS untuk tujuan selain yang tertulis di bawah ini.

1.       LKS yang membantu siswa menemukan suatu konsep
Sesuai dengan prinsip konstruktivisme, seseorang akan belajar jika ia aktif mengkonstruksi pengetahuan di dalam otaknya. Salah satu cara implementasi di kelas adalah dengan cara mengemas materi pembelajaran dalam bentuk LKS yang memiliki ciri LKS mengetengahkan terlebih dahulu suatu fenomena yang bersifat konkrit, sederhana, dan berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Berdasarkan pengematannya, selanjutnya siswa diajak untuk mengkonstuksi pengetahuan yang didapatnya tersebut.
LKS jenis ini ini memuat apa yang (harus) dilakukan siswa, meliputi melakukan, mengamati, dan menganalisis. Rumuskan langkah-langkah yang harus dilakukan siswa kemudian mentalah siswa untuk mengamati fenomena hasil kegiatannya, dan berilah pertanyaan-pertanyaan analisis yang membantu siswa mengkaitkan fenomena yang diamati dengan konsep yang akan dibangun siswa dalam benaknya. 

Materi pembelajaran dalam LKS di atas (diberi label LKS Kegiatan Penyelidikan) adalah ciri-ciri makhluk hidup. Alih-alih diceramahkan, ternyata materi pembelajaran ini dapat dikemas dalam suatu LKS dan siswa diharapkan menemukan sendiri ciri-ciri makhluk hidup. Dalam penggunaannya tentu saja LKS ini didampingi oleh sumber belajar lain, misalnya buku, untuk bahan verifikasi bagi siswa, misalnya apakah masih ada lagi ciri-ciri makhluk hidup yang belum teridentifikasi.

Materi pembelajaran dalam LKS di atas (diberi label LKS Lab Mini) matematika-lingkaran. LKS ini dapat pula didemonstrasikan dan siswa diminta mengamati, lalu melakukan analisis dan mengisikan jawabannya dalam LKS tersebut.


2.       LKS yang membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan
Di dalam sebuah pembelajaran, setelah siswa berhasil menemukan konsep, siswa selanjutnya dilatih untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini adalah contoh LKS yang membantu siswa menerapkan konsep pesawat sederhana dapat membantu memudahkan kerja dalam kehidupan sehari-hari sekaligus melatihkan kemampuan merancang dan melaksanakan percobaan.

3.       LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar
LKS ini berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya ada di dalam buku. Siswa akan dapat mengerjakan LKS tersebut jika ia membaca buku, sehingga fungsi utama LKS ini adalah membantu siswa menghafal dan memahami materi pembelajaran yang terdapat di dalam buku. LKS ini juga sesuai untuk keperluan remidi.

4.       LKS yang berfungsi sebagai penguatan
LKS ini diberikan setelah siswa selesai mempelajari topik tertentu. Materi pembelajaran yang dikemas di dalam LKS ini lebih mengarah pada pendalaman dan penerapan materi pembelajaran yang terdapat di dalam buku pelajaran. LKS ini juga cocok untuk pengayaan.

5.       LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum
Alih-alih memisahkan petunjuk praktikum ke dalam buku tersendiri, Anda dapat menggabungkan petunjuk praktikum ke dalam kumpulan LKS. Tentang pembuatan petunjuk praktikum dapat Anda dalam seksi selanjutnya.

E.   Petunjuk Praktikum
      Mengacu kepada Meril Physical Science: Laboratory Manual (1995), isi petunjuk praktikum diorganisasikan sebagai berikut.
1.       Pengantar
Berisi uraian singkat yang mengetengahkan bahan pelajaran (berupa konsep-konsep IPA) yang dicakup dalam kegiatan/praktikum. Selanjutnya tuliskan Informasi khusus yang berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan melalui praktikum.
2.       Tujuan
Memuat tujuan yang berkaitan dengan permasalahan yang diungkapkan di pengantar atau berkaitan dengan unjuk kerja siswa (misalnya dapat membuat grafik kecepatan terhadap waktu)
3.       Alat dan Bahan
Memuat alat dan bahan yang diperlukan. Saat merumuskan alat dan bahan, yakinkan pada diri Anda bahwa peralatan tersebut dapat Anda peroleh untuk kelas IPA Anda. Bila diperlukan, rancanglah kebutuhan alat dan bahan sehingga untuk beberapa di antaranya dapat dipenuhi oleh siswa dengan membawa dari rumah.
4.       Prosedur/Langkah Kegiatan
Merupakan instruksi untuk melakukan kegiatan selangkah demi selangkah. Bila Anda anggap perlu, tampilkan sketsa gambar untuk mempermudah kerja siswa.
5.       Data Hasil Pengamatan
Meliputi tabel-tabel data atau grafik kosong yang dapat diisi siswa untuk membantu siswa mengorganisasikan data. Selain itu berikan tempat agar siswa dapat menuliskan semua hasil pengamatan dengan indera yang sesuai.
6.       Analisis
Bagian ini membimbing siswa untuk melakukan langkah-langkah analisis data sehingga kesimpulan dapat diperoleh. Bagian ini dapat berupa pertanyaan atau isian yang jawabannya berupa perhitungan terhadap data. Bisa juga pada bagian ini Anda meminta siswa untuk membuat grafik, untuk melihat hubungan sebab-akibat antara dua hal seperti yang dirumuskan dalam masalah.
7.       Kesimpulan
Berisi pertanyaan-pertanyaan yang didesain sedemikian rupa hingga jawabannya berupa kesimpulan (menjawab permasalahan). Anda dapat pula memasukkan pertanyaan yang mengaitkan hasil praktikum dengan konsep-konsep IPA dan penerapannya.

8.       Langkah Selanjutnya
Merupakan kegiatan perluasan, proyek, atau telaah pustaka yang membantu siswa belajar lebih lanjut tentang materi pembelajaran yang dia pelajari melalui kegiatan praktikum ini serta penerapannya dalam bidang-bidang lain.


F.   Handout
Berdasarkan kamus, handout adalah sesuatu yang diberikan secara gratis (http://en.wikipedia.org/wiki/Handout). Di dalam dunia pendidikan, handout merujuk pada selembar (atau beberapa lembar) kertas yang berisi tugas atau tes yang diberikan guru kepada siswa. Jadi, menurut pengertian ini bila guru membuat ringkasan suatu topik, makalah suatu topik, LKS, petunjuk praktikum, tugas, atau tes dan diberikan kepada siswa secara terpisah-pisah (tidak menjadi suatu kumpulan LKS, misalnya), maka pengemasan materi pembelajaran tersebut termasuk dalam kategori handout.

V. Pengertian Media Pembelajaran
Media Pengajaran
Suatu medium (jamak: media) adalah perantara/pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Dalam kaitannya dengan pengajaran-pembelajaran, media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sehingga terjadi proses belajar. Contoh-contohnya termasuk video, televisi, komputer, diagram, bahan-bahan tercetak, dan guru. Itu semua dapat dipandang media jika medium itu membawa pesan yang berisi tujuan pengajaran.
Dalam kaitannya dengan model sistem pengembangan  pengajaran, interaksi guru dan siswa dengan menggunakan media dan sumber-sumber belajar siswa (yang pada hakekatnya juga merupakan media) 

            Berbagai media yang digunakan untuk pengajaran dapat diklasifikasikan seperti berikut ini:
Ø  Media visual (media pandang), yang terdiri dari
¨        Media visual yang tidak diproyeksikan, misalnya foto, diagram, peragaan, dan model.
¨        Media visual yang diproyeksikan, misalnya slide, filmstrip, overhead transparansi, dan proyeksi komputer.
Ø  Media audio, misalnya kaset dan compact disk (CD).
Ø  Media audio-visual, seperti video, VCD, DVD.
Ø  Pengajaran bermedia-komputer, misalnya CAI (Computer Assisted Instruction).
Ø  Multimedia berbasis komputer.
Ø  Jaringan komputer, seperti internet.
Ø  Media seperti radio dan televisi untuk belajar jarak jauh.
Komunikasi Pengajaran
            Pengajaran dilakukan untuk memfasilitasi pembelajaran, melalui penataan informasi dan lingkungan. Proses transmisi informasi dari suatu sumber ke suatu tujuan disebut komunikasi. Karena pembelajaran biasanya bergantung pada penyerapan informasi baru, pengajaran yang efektif tidak akan terlaksana kecuali terjadi komunikasi. Oleh karena itu kita perlu mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan komunikasi sehingga media pengajaran dapat digunakan secara efektif.
            Banyak model visual dan matematis telah dikembangkan untuk menjelaskan proses komunkasi. Model yang disederhanakan berguna untuk mengidentifikasi dan menganalisis tahap-tahap penting komunikasi pengajaran. Model tersebut adalah sebagai berikut: suatu pesan (misalnya ciri-ciri fisik gelombang transversal) dipilih oleh sumber informasi (guru atau siswa). Pesan itu dikirim melalui  saluran atau medium (misalnya kata-kata yang diucapkan, gambar gelombang di papan tulis, atau bahan tercetak). Pesan itu kemudian diterima siswa atau guru, merangsang pikirannya, lalu ia melakukan interpretasi terhadap pesan itu (Gambar 4-2).
            Model di atas berlaku juga dalam situasi saat siswa sendiri yang memilih isi pesan. Sebagai contoh, bila siswa pergi ke perpustakaan untuk memilih bahan yang akan dipelajari, pesan itu ada di dalam bahan itu, selanjutnya diterima dan diinterpretasikan siswa.

Hal penting dalam proses komunikasi, khususnya komunikasi pengajaran adalah umpan balik, yakni respon penerima terhadap pesan yang dikirim. Setelah menerima dan menginterpretasi pesan itu, penerima itu menjadi sumber dan mengirimkan pesannya sendiri kembali ke sumber aslinya, yang menjadi penerima. Kita umumnya berpikir umpan balik dalam kaitannya dengan evaluasi. Namun tersedia berbagai metode lain bagi guru untuk mengetahui bagaimana siswa menerima pelajaran. Pengamatan terhadap ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan jawaban-jawaban diskusi, di samping pekerjaan rumah dan jawaban tes harian, seluruhnya merupakan bentuk umpan balik. Guru seringkali cenderung menyalahkan siswa apabila pengajarannya kurang berhasil. Padahal masalah sebenarnya mungkin karena pengajarannya tidak dirancang dan/atau tidak disampaikan dengan baik.
Pada tahun 1964, Edgar Dale mengembangkan “kerucut pengalaman”. Kerucut pengalaman itu dimulai dari pebelajar sebagai partisipan dalam pengalaman sesungguhnya, menuju pebelajar sebagai pengamat atas suatu kejadian tak langsung (melalui beberapa medium), dan akhirnya pebelajar itu mengamati simbul-simbul yang mewakili kejadian itu (Nur, 2000).  Dale menyatakan bahwa pebelajar dapat mengambil manfaat dari kegiatan yang lebih abstrak, asalkan mereka telah membangun sejumlah pengalaman lebih konkrit untuk memaknai penyajian realitas yang lebih abstrak tersebut.

Pandangan CTL
            Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengkaitkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (Blanchard, 2001). Pembelajaran kontekstual bukanlah suatu konsep baru, karena tahun 1916 John Dewey telah mengusulkan suatu kurikulum dan metodologi pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman siswa.
Menurut pandangan CTL, sebuah proses pembelajaran seharusnya
·         Menekankan pada pemecahan masalah (berbasis inkuiri).
·     Menyadari kebutuhan akan pengajaran dan pembelajaran yang terjadi dalam berbagai konteks seperti di rumah, masyarakat, dan pekerjaan.
·   Mengarahkan siswa agar dapat memonitor dan mengarahkan pembelajaran mereka sendiri sehingga menjadi pebelajar mandiri.
·         Mengkaitkan pengajaran pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda.
·         Mendorong siswa untuk belajar dari sesama teman dan belajar bersama.
·         Menerapkan penilaian autentik (Blanchart, 2001).
Dapat dilihat bahwa pandangan CTL di atas merupakan gabungan dari pandangan-pandangan sebelumnya, sehingga dapat dikatakan bahwa CTL merupakan “praktek pengajaran yang baik” (Nur, 2001).
            Berdasarkan pandangan CTL, maka benda sebenarnya merupakan media fundamental. Sedangkan untuk keperluan membantu memahami detil-detil, serta untuk keperluan penyusunan bahan laporan siswa dalam pembelajaran kontekstual serta untuk keperluan penilaian autentik, maka media visual yang lain (poster, transparansi, papan tempel) banyak digunakan. 
Media Visual
Diskusi kita selanjutnya kita fokuskan pada media visual (media pandang), karena kepraktisan dalam pembuatan dan penggunaannya dalam CTL membuat media ini banyak dipilih dan digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Begitu banyak materi pembelajaran yang seharusnya melibatkan rangsangan visual siswa: benda-benda sebenarnya, foto, bagan, grafik, dan lain-lain. Sayangnya, banyak guru yang terlalu banyak memanfaatkan kelebihan rangsangan visual ini hanya untuk menampilkan gambar KATA-KATA! 

Salah satu peran penting yang dimainkan media visual adalah menyediakan referent konkrit dari suatu ide. Kata-kata tidak dapat dilihat, dan suara (biasanya) diterima apa adanya. Namun, visual adalah pengalaman ikonik (lihat kembali kerucut pengalaman Dale), sehingga siswa mudah mengkaitkan materi pelajaran dengan ide-ide di otaknya.
Media visual juga memotivasi siswa dengan mengarahkan perhatiannya, mempertahankan perhatian, adan menciptakan respon emosional. Selain itu Media visual dapat menyederhanakan informasi yang sulit dipahami.
Media Visual yang Tidak Diproyeksikan
            Media ini dapat langsung dipandang tanpa bantuan proyektor atau layar. Beberapa keunggulannya antara lain: mampu menjadikan konsep abstrak menjadi lebih konkrit, mudah diperoleh (dari buku, majalah, surat kabar, kalender, dan sebagainya), pembuatan dan penggunaannya mudah, dan relatif murah. Beberapa keterbatasannya antara lain: karena merupakan gambar 2 dimensi maka diperlukan sederetan gambar dari sisi yang berbeda untuk menampilkan dimensi ketiga, diperlukan gambar yang sederhana, baik, dan jelas   agar siswa tidak salah menginterpretasikannya. Selain itu media ini tidak dapat menunjukkan proses gerakan (untuk memperlihatkannya diperlukan sederet gambar).
            Yang termasuk dalam kategori media visual yang tidak diproyeksikan ini adalah:
¨      Benda sebenarnya. Media ini seharusnya menjadi bagian utama dalam pembelajaran kontekstual. Anda dapat mendalami penggunaan media ini dalam contoh Rencana Pelajaran (RP) pada Perangkat Pembelajaran Kontekstual untuk Siswa SLTP.
¨      Model, yakni tiruan tiga dimensi dari benda sebenarnya. Ukuran model mungin lebih besar, sama, atau lebih kecil dari benda sebenarnya. Model dapat diwujudkan dengan detil lengkap atau justru penyederhanaan benda sebenarnya.
¨      Gambar diam, misalnya hasil lukisan, potret, atau cetakan
¨      Ilustrasi, yakni gambar yang menyertai teks agar lebih jelas
¨      Karikatur, yakni gambar yang disederhanakan dan biasanya berisi sindiran atau ironi
¨      Sketsa, yakni gambar sederhana atau draf kasar yang melukiskan bagian pokok tanpa detil
Poster, yakni kombinasi unsur-unsur visual seperti garis, gambar, dan kata-kata (angka-angka) untuk mengkomunikasikan pesan secara singkat.
¨      Bagan/diagram, yakni gambaran dari sesuatu yang dilukiskan dengan garis, gambar, dan kata-kata yang menunjukkan adanya hubungan, perbandingan, atau perkembangan. Bagan dapat berupa skema (organisasi), klasifikasi, pengaruh waktu, tabel, dan bagan alir alir.


¨      Grafik, yakni gambaran data statistik yang saling berhubungan dan ditunjukkan dengan lambang-lambang visual. Terdapat berbagai macam grafik, antara lain grafik garis, batang, lingkaran.
¨      Peta, adalah gambar yang menjelaskan permukaan Bumi atau bagian-bagiannya dengan ukuran dan posisi relatif menurut skalanya.
¨      Papan beserta tulisan, gambar, atau benda yang ditempelkan.


Media Visual Yang Diproyeksikan
            Media jenis ini baru dapat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, apabila telah diproyeksikan pada layar melalui proyektor. Beberapa jenis media ini yang dapat digunakan dalam pengajaran antara lain Overhead Transparency (OHT), proyektor film bingkai (Slide Projector), proyektor film rangkai (Filmstrip), proyektor Liquid Crystal Display (LCD), dan Opaque Projector. Media jenis ini memerlukan perangkat lunak (gambar, bagan, tulisan, dan-lain-lain) dan perangkat keras, yaitu proyektor, transparansi, film, atau komputer. Kita fokuskan diskusi kita pada media transparansi, karena media inilah yang lazim ada di sekolah pada saat ini.

Media Transparansi
Media transparansi (Overhead Transparency, OHT) seringkali disebut dengan nama perangkat kerasnya, yaitu OHP (Overhead Projector). Media transparansi merupakan media yang diproyeksikan dan dibuat dari bahan transparan, biasanya film asetat atau plastik berukuran 8,5 inci x 11 inci.  Yang diproyeksikan dengan OHT adalah foto, gambar, atau tulisan yang terdapat dalam transparan. Selain itu benda-benda yang tembus pandang, misalnya gelas ukur untuk menunjukkan reaksi kimia dapat ditampilkan. Hasil proyeksi dapat dilihat pada layar dengan ketinggian minimal 1 m dari lantai.
Beberapa keunggulan media ini antara lain: materi pelajaran dapat disiapkan sebelumnya, dapat dipakai sebagai pengganti papan tulis, cahayanya cukup terang sehingga tidak perlu menggelapkan ruangan, interaksi dengan siswa cukup baik karena tidak perlu melihat ke layar, dan dapat digunakan untuk kelas besar.
Beberapa keterbatasan media ini antara lain: bahan tercetak dari buku, majalah, kalender, dan lain-lain tidak dapat langsung diproyeksikan, efektivitas media ini bergantung pada guru (bukan untuk belajar mandiri siswa), kekurangmampuan menuangkan materi akan menjadikan media ini sekedar ringkasan buku. Keterbatasan ini dapat diatasi dengan mempersiapkan hal-hal yang dicantumkan dalam transparan, yang sebaiknya sederhana, jelas, serasi dalam komposisi bentuk dan warna, serta memberikan penekanan pada bagian-bagian penting, sehingga menarik perhatian siswa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam teknik penggunaan OHP antara lain: posisi proyektor dan layar harus sesuai dengan pengaturan kelas, guru harus tetap menghadap kelas dan tidak perlu melihat ke layar (cukup melihat dan menunjuk transparan yang ada di proyektor bila menunjuk sesuatu), lampu OHP dimatikan apabila menjelaskan dalam waktu yag relatif lama tanpa memerlukan materi yang diproyeksikan (agar menghemat lampu).

Pembuatan Media
            Prinsip-prinsip pembuatan media visual dasar atau media grafis (semua bahan ilustratif yang digunakan untuk menyampaikan pesan) yang digunakan baik untuk untuk media visual yang tidak diproyeksikan maupun diproyeksikan yaitu kesederhanaan, kesatuan, penekanan, dan keseimbangan serta dilengkapi dengan garis, bentuk, warna, tekstur, dan ruang.
Kesederhanaan
Isi media sebaiknya ringkas, sederhana, dan dibatasi pada hal-hal yang penting saja. Konsep tergambar dengan jelas, tulisan jelas, sederhana, dan mudah dibaca.
Kesatuan
Maksud kesatuan di sini adalah adanya hubungan antara unsur-unsur visual dalam kesatuan fungsional secara keseluruhan. Kesatuan ini dapat dinyatakan dengan unsur-unsur yang saling menunjang. Kesatuan dapat pula ditunjukkan dengan alur-alur tertentu, seperti garis, anak panah, bentuk, warna, dan sebagainya.

Penekanan
            Penekanan pada bagian-bagian tertentu diperlukan untuk memusatkan perhatian. Penekanan dapat ditunjukkan melalui penggunaan ukuran tertentu, warna tertentu, dan sebagainya.

Keseimbangan
            Ada dua macam keseimbangan, yakni keseimbangan formal (ditunjukkan dengan pembagian secara simetris) dan keseimbangan informal (ditunjukkan dengan pembagian asimetris). 

Penerapan prinsip-prinsip di atas dapat lebih berhasil jika ditunjang dengan unsur-unsur visual seperti: garis, bentuk, tekstur, ruang, dan warna.
·         Garis dalam media visual dapat menghubungkan unsur-unsur bersama dan akan membimbing siswa untuk mempelajari media dalam urutan tertentu.
·         Bentuk yang tidak biasa dapat menimbulkan suatu perhatian khusus pada sesuatu yang divisualkan.
·         Ruang terbuka diiringi dengan unsur-unsur visual dan kata-kata akan mencegah rasa berjejal dalam suatu media.
·         Tekstur, memberi sentuhan rasa tertentu, dapat dipakai sebagai pengganti warna, memberi penekanan, pemisahan, atau untuk meningkatkan kesatuan.
·     Warna merupakan unsur tambahan yang sangat penting dalam media visual, dapat memberikan penekanan, pemisahan, atau kesatuan. Akan tetapi pemilihan warna harus digunakan dengan hati-hati untuk memberikan pengaruh terbaik. Penggunaan terlalu banyak warna akan mengganggu pandangan dan dapat menimbulkan salah persepsi pada pesan yang dibawakan.
Pembuatan Transparansi
Pembuatan media transparansi pada dasarnya tidak berbeda dengan pembuatan media grafis yang memperhatikan prinsip kesederhanaan, kesatuan, penekanan, dan lima unsur tambahan seperti garis, bentuk, ruang, tekstur, dan warna.
            Bahan yang diperlukan adalah transparansi, spidol permanen, kapas, alkohol, penggaris, dan bingkai. Cara pembuatannya dapat menggambar atau menuliskan secara langsung, print out (printer laser), atau dengan foto kopi. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan transparansi:
·     Sebuah transparansi hanya untuk satu pokok pikiran. Jika ada beberapa pokok pikiran, kembangkan menjadi beberapa transparansi.
·      Jangan langsung memindahkan isi buku ke dalam transparansi, tetapi ubahlah menjadi bagan, diagram, atau gambar dengan sedikit tulisan.
·         Tulisan jangan terlalu kecil.
·         Daerah yang aman untuk tulisan adalah 23 cm x 23 cm.
·         Anda dapat menggunakan plastik taplak meja (yang dipotong-potong) menjadi transparansi dengan harga yang relatif murah. Untuk transparansi hasil mengkopi atau mencetak, memerlukan transparansi yang berkualitas baik, dikenal dengan istilah transparancy maker.
Cara membuat transparansi langsung (tulisan tangan)
·         Siapkan transparansi
·         Buat lay-out pada sehelai kertas
·         Pindahkan ke transparansi
·         Gunakan spidol transparansi
·         Jika ada kesalahan tulis, hapus dengan alkohol
·         Beri bingkai (tepi ± 2 cm). Pada bingkai dapat ditulis pokok bahasan (konsep) serta sub pokok bahasan yang dibuat transparansinya. Dapat pula dituliskan beberapa catatan penting tentang isi transparansi.
Teknik Tumpang Tindih (Overlays)
            Teknik tumpang tindih merupakan cara pembuatan transparansi yang efektif. Pesan yang akan disampaikan dapat diuraikan menjadi beberapa unsur atau bagian yang logis, kemudian disiapkan transparansinya secara terpisah untuk masing-masing bagian. Langkah-langkah pembuatannya adalah sebagai berikut.
·         Buat sketsa keseluruhan materi yang akan disampaikan.
·         Uraikan materi itu menjadi bagian-bagian yang logis.
·         Tentukan unsur-unsur yang akan dijadikan dasar, kemudian unsur-unsur yang mengikutinya (yang terletak di atasnya)
·         Penempelan unsur yang mengikuti itu dapat pada bingkai atas, bawah, maupun samping.

Sejarah Candi (Salah Satunya yang berada di Tegal)

CANDI KESUBEN Tanah peradaban, tanah mata rantai. Dua keyakinan besar di masa lampau, Hindu dan Buddha, terekam jelas di sini. Lewat ...